Beranda | Artikel
Mendapatkan Kekhusyukan dalam Shalat
11 jam lalu

Mendapatkan Kekhusyukan dalam Shalat merupakan kajian Islam ilmiah yang disampaikan oleh Ustadz DR. Musyaffa Ad-Dariny, M.A. Kajian ini disampaikan pada 27 Rabiuts Tsani 1447 H / 19 Oktober 2025 M.

Kajian Islam Ilmiah Tentang Mendapatkan Kekhusyukan dalam Shalat

1. Meminta Hati yang Khusyuk kepada Allah

Agar khusyuk dalam shalat, mintalah kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala hati yang khusyuk. Hal ini telah diajarkan oleh Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melalui doa yang beliau panjatkan:

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَقَلْبًا خَاشِعًا وَلِسَانًا ذَاكِرًا

“Ya Allah, sungguh aku memohon kepada-Mu ilmu yang bermanfaat, hati yang khusyuk, dan lisan yang selalu berzikir.” (HR. Ibnu Majah dan An-Nasai)

Doa ini penting karena menjadi sebab banyak kebaikan:

Ilmu yang bermanfaat (‘ilman nafi’) memiliki maslahat yang besar. Ilmu yang bermanfaat akan membuat seseorang semangat dalam mengamalkan, menerapkan, dan mengajarkannya kepada orang lain. Dengan ilmu, pintu-pintu kebaikan dan amal yang sesuai tuntunan dapat diketahui.

Hati yang khusyuk (wa qalban khasi’) memiliki pengaruh dan manfaat yang besar bagi manusia, yaitu hati yang tunduk dan fokus kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Lisan yang selalu berzikir (wa lisanan dzakira) adalah amalan yang istimewa. Ketika lisan senantiasa basah dengan zikir, pahala akan didapatkan meskipun sedang duduk. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda mengenai amalan yang dapat dijadikan pegangan:

لَا يَزَالُ لِسَانُكَ رَطْبًا مِنْ ذِكْرِ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ

“Hendaklah lisanmu senantiasa basah karena berzikir kepada Allah Azza wa Jalla.” (HR. Tirmidzi)

Memohon Perlindungan dari Hati yang Tidak Khusyuk

Selain meminta hati yang khusyuk, doa Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam juga memohon perlindungan dari kebalikannya:

اَللَّهُمَّ إِنِّي أَعُوذُ بِكَ مِنْ عِلْمٍ لَا يَنْفَعُ وَمِنْ قَلْبٍ لَا يَخْشَعُ وَمِنْ عَيْنٍ لَا تَدْمَعُ وَمِنْ دَعْوَةٍ لَا تُسْمَعُ

“Ya Allah, sungguh aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat, dari hati yang tidak khusyuk, dari mata yang tidak menangis, dan dari doa yang tidak didengarkan (dikabulkan).” (HR. Muslim)

Permintaan perlindungan dari mata yang tidak menangis menunjukkan permohonan perlindungan dari hati yang keras yang sulit mengeluarkan air mata karena takut kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Doa-doa ini dapat dipanjatkan agar dianugerahi hati yang khusyuk.

2. Berusaha Merasa Selalu Dilihat oleh Allah (Al-Ihsan)

Usaha lain untuk mendapatkan shalat yang khusyuk adalah dengan menghadirkan kesadaran bahwa selalu dilihat oleh Allah, bahkan lebih baik lagi jika dapat merasakan seolah-olah sedang melihat-Nya. Hal ini berdasarkan hadits tentang al-ihsan.

اُعْبُدِ اللَّهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ فَإِنْ لَمْ تَكُنْ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ

“Beribadahlah engkau kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Apabila engkau tidak melihat-Nya, maka sungguh Dia melihatmu.” (HR. Muslim)

Hadits ini mengajak kita untuk beribadah sebaik dan sekhusyuk mungkin, sebagaimana ibadah yang dilakukan jika Allah Subhanahu wa Ta’ala terlihat di hadapan.

Kesadaran bahwa Allah selalu mengawasi dan melihat hati serta gerakan akan mendorong kita untuk membaguskan shalat dengan kualitas yang tinggi. Jika kita beribadah karena mengharapkan pahala, ridha, dan cinta Allah, dan kita tahu bahwa shalat yang baik akan mendatangkan semua itu, kita pasti akan berusaha menjadikan shalat kita yang terbaik.

3. Shalat Seakan-akan Itu Shalat Terakhir

Agar khusyuk, shalatlah seakan-akan itu adalah shalat terakhir yang dilakukan. Ingatlah bahwa shalat tersebut bisa jadi merupakan kesempatan terakhir yang diberikan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Wasiat ini disampaikan Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam kepada seorang sahabat:

إِذَا قُمْتَ فِي صَلَاتِكَ فَصَلِّ صَلَاةَ مُوَدِّعٍ

“Apabila engkau berdiri dalam shalatmu, maka shalatlah seperti shalatnya orang yang akan berpisah (dengan dunia).” (HR. Ibnu Majah dan Ahmad, dishahihkan Al-Albani)

Seseorang yang divonis hukuman mati, misalnya, dan diberi kesempatan terakhir untuk shalat, pasti akan shalat sebaik mungkin karena tahu itu adalah shalat terakhirnya. Umur tidak ada yang menjamin, sehingga setiap shalat haruslah dijaga kualitasnya.

4. Merenungi Makna Setiap Takbir

Lafal takbir adalah: “اَللَّهُ أَكْبَرُ” (Allahu Akbar), yang berarti Allah Maha Besar atau Allah Yang Paling Besar. Tidak ada yang lebih besar daripada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Peresapan makna takbir harus dilakukan bukan hanya di lisan, tetapi juga di hati. Setiap takbir mengandung pesan agar hati fokus dan berkonsentrasi kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala. Hal-hal selain Allah, seperti masalah dunia, bisnis, atau rumah tangga, menjadi kecil dan tidak berarti jika dibandingkan dengan kebesaran Allah. Pesan ini diselipkan Allah dalam takbir agar setiap muslim benar-benar fokus ketika sedang menghadap-Nya.

Kesadaran menghadap Allah dipertegas dalam sabda Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam:

إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا كَانَ فِي الصَّلَاةِ فَإِنَّ اللَّهَ قِبَلَ وَجْهِهِ

“Sesungguhnya salah seorang di antara kalian apabila ia berada dalam shalatnya, maka sungguh Allah berada di hadapannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Allah mengingatkan bahwa Dia Maha Besar, terlihat dari banyaknya takbir (takbir intiqal—perpindahan gerakan) dalam shalat, seperti saat rukuk dan sujud. Banyaknya takbir merupakan rahmat yang memudahkan kita khusyuk karena selalu diingatkan bahwa Allah Maha Besar dan tidak ada yang lebih penting daripada Dia.

5. Merenungi Bacaan di Dalam Shalat

Agar khusyuk dalam shalat, seseorang harus merenungi bacaan-bacaan shalat. Perenungan akan sulit dilakukan apabila tidak memahami apa yang dibaca.

Bacaan shalat, mulai dari takbiratul ihram, doa iftitah, Al-Fatihah, zikir rukuk (Subhana Rabbiyal Azhim), zikir iktidal, zikir sujud (Subhana Rabbiyal A’la), doa di antara dua sujud, tasyahud, hingga selawat Ibrahimiyah dan salam, apabila dikumpulkan hanya membutuhkan sedikit waktu untuk dipelajari.

Sangat disayangkan jika seorang muslim yang telah shalat ribuan kali dalam hidupnya tidak mengetahui makna dari bacaan-bacaan tersebut. Ini menunjukkan kurangnya perhatian terhadap rukun Islam yang kedua, yaitu shalat, yang syariatnya sangat diistimewakan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Langkah awal bagi yang belum paham bahasa Arab adalah menghafal terjemahan setiap bacaan shalat. Dengan menghafal terjemahan, kita dapat merenungi dan memahami maksud dari setiap bacaan.

Khusyuk akan sulit didapatkan jika makna bacaan tidak diketahui, karena pikiran akan terpaksa membayangkan hal lain. Pengetahuan tentang makna bacaan adalah modal penting untuk melawan godaan setan Khinzib, yaitu setan yang dikhususkan untuk merusak dan mengurangi kualitas shalat seseorang. Setan ini sangat berpengalaman dalam membuyarkan konsentrasi dengan mengingatkan hal-hal duniawi yang dianggap berharga.

Perjuangan untuk mendapatkan khusyuk terus berlangsung dalam setiap shalat. Maka, persiapan untuk memahami bacaan adalah senjata utama yang harus dimiliki dan dipertahankan.

6. Mengingat Sedang Bermunajat kepada Allah

Seorang yang shalat harus mengingat bahwa ia sedang bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, yaitu berbisik-bisik atau berdialog khusus dengan-Nya. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda:

إِنَّ أَحَدَكُمْ إِذَا قَامَ فِي صَلَاتِهِ فَإِنَّهُ يُنَاجِي رَبَّهُ

“Sesungguhnya salah seorang di antara kalian apabila ia mendirikan shalatnya, maka sesungguhnya dia sedang bermunajat kepada Rabb-nya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Menghadap Allah dan berdialog khusus dengan-Nya adalah kemuliaan yang luar biasa. Jika seseorang merasa mulia saat menghadap raja atau presiden, sudah seharusnya ia merasakan kemuliaan yang jauh lebih besar ketika berdialog dengan Allah, Raja dari segala raja. Kesadaran ini akan membuat shalat menjadi berkualitas.

Dialog dalam Al-Fatihah

Dialog ini terjadi, terutama saat membaca Surah Al-Fatihah, sebagaimana disebutkan dalam Hadis Qudsi. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

قَسَمْتُ الصَّلَاةَ بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي نِصْفَيْنِ

“Aku membagi shalat (maksudnya Al-Fatihah) antara Aku dan hamba-Ku menjadi dua bagian.” (HR. Muslim)

Setengah bagian untuk Allah dan setengah bagian untuk hamba-Nya, dan hamba-Nya mendapatkan apa yang ia minta. Dialog tersebut terjadi setiap kali hamba membaca ayat:

  • Saat hamba membaca: “اَلْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ”, Allah menjawab: “حَمِدَنِي عَبْدِي” (Hamba-Ku telah memuji-Ku).
  • Saat hamba membaca: “اَلرَّحْمَنِ الرَّحِيمِ”, Allah menjawab: “أَثْنَى عَلَيَّ عَبْدِي” (Hamba-Ku telah menyanjung-Ku).
  • Saat hamba membaca: “مَالِكِ يَوْمِ الدِّينِ”, Allah menjawab: “مَجَّدَنِي عَبْدِي” (Hamba-Ku telah mengagungkan-Ku).
  • Saat hamba membaca: “إِيَّاكَ نَعْبُدُ وَإِيَّاكَ نَسْتَعِينُ”, Allah menjawab: “هَذَا بَيْنِي وَبَيْنَ عَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ” (Ini antara Aku dan hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku apa pun yang dia minta).
  • Saat hamba membaca: “اهْدِنَا الصِّرَاطَ الْمُسْتَقِيمَ صِرَاطَ الَّذِينَ أَنْعَمْتَ عَلَيْهِمْ غَيْرِ الْمَغْضُوبِ عَلَيْهِمْ وَلَا الضَّالِّينَ”, Allah menjawab: “هَذَا لِعَبْدِي وَلِعَبْدِي مَا سَأَلَ” (Inilah bagian hamba-Ku, dan untuk hamba-Ku apa pun yang dia minta).

Kesadaran akan dialog ini, terutama saat membaca Al-Fatihah, membantu mendapatkan kekhusyukan.

7. Memperbanyak Doa di Dalam Shalat

Shalat itu sendiri bermakna doa. Oleh karena itu, perbanyaklah doa di dalam shalat, terutama pada waktu-waktu mustajab, karena selama masih di dalam shalat, kita masih menghadap dan bermunajat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala.

Waktu mustajab untuk berdoa di dalam shalat:

  • Saat Sujud: Keadaan hamba yang paling dekat dengan Rabb-nya adalah ketika sujud. Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersabda: “Adapun di dalam sujud, maka bersungguh-sungguhlah kalian untuk berdoa.” (HR. Muslim)
  • Sebelum Salam: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam menganjurkan: “Hendaklah dia memilih-milih doa yang dia sukai.” (HR. Bukhari dan Muslim).

Memanjangkan shalat untuk memperbanyak doa di dalamnya lebih utama (afdal) daripada menyingkat shalat lalu memperlama doa setelah shalat. Bahkan, doa dalam shalat qabliyah akan terkumpul dua sebab mustajab, yaitu doa di antara azan dan iqamah, serta doa di dalam shalat.

7. Memperlama Gerakan di Dalam Shalat (Tumakninah)

Untuk mendapatkan kekhusyukan, gerakan-gerakan di dalam shalat hendaknya diperlama. Semakin cepat gerakan shalat dilakukan, semakin sulit kekhusyukan didapatkan. Sebaliknya, semakin lama gerakan shalat, semakin mudah khusyuk diraih.

Saat rukuk, berdiamlah lebih lama dan renungkan maknanya. Bacaan “سُبْحَانَ رَبِّيَ الْعَظِيمِ” dapat diulang berkali-kali. Minimal afdhalnya adalah tiga kali, namun tidak ada batasan jumlah maksimal, boleh diulang lima, tujuh, sembilan, bahkan lebih.

Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dalam shalat malamnya pernah rukuk dengan durasi yang hampir sama panjangnya dengan berdiri. Hal ini menunjukkan bahwa bacaan rukuk dapat diulang berkali-kali. Memperlama rukuk, iktidal, sujud, dan duduk di antara dua sujud akan memudahkan seseorang meraih khusyuk.

Peringatan saat Mengantuk: Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam memerintahkan agar shalat disudahi dan segera tidur:

إِذَا نَعَسَ أَحَدُكُمْ وَهُوَ يُصَلِّي فَلْيَرْقُدْ حَتَّى يَذْهَبَ عَنْهُ النَّوْمُ

“Apabila salah seorang di antara kalian mengantuk ketika sedang shalat, maka hendaknya ia tidur hingga kantuknya hilang.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Bagaimana pembahasan lengkapnya? Mari download dan simak mp3 yang sangat bermanfaat ini.

Download mp3 Ceramah Agama Islam Tentang Mendapatkan Kekhusyukan dalam Shalat


Artikel asli: https://www.radiorodja.com/55698-mendapatkan-kekhusyukan-dalam-shalat/